Keraton Yogyakarta
1.1 Pandangan Umum Tentang Keraton Yogyakarta
Yang disebut keraton ialah tempat bersemayam ratu-ratu, berasal dari kata-kata : ka + ratu + an = kraton. Juga disebut kedaton, yaitu ke + datu + an = kedaton, tempat datu-datu atau ratu-ratu. Bahasa Indonesianya ialah istana, jadi kraton ialah sebuah istana, tetapi istana bukanlah keratin. Kraton ialah sebuah istana yang mengandung arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kulturil (kebudayaan).
Dan sesungguhnya kraton Yogyakarta itu penuh dengan arti-arti tersebut di atas.Arsitektur bangunan-bangunannya, letak bangsal-bangsalnya, ukir-ukirannya, hiasannya, sampai pada warna gedung-gedungnya
Sebuah pantun Mijil menggambarkan letak geografis kraton Yogyakarta secara popular yaitu :
Kali Nanga pancingkok ing pui,
Gunung Gamping kulon,
Hardi Mrapi ter wetan prenahe,
Candi Jonggrang mangungkang ing kali,
Palered Magiri,
Girilaya kidul
Gunung Gamping kulon,
Hardi Mrapi ter wetan prenahe,
Candi Jonggrang mangungkang ing kali,
Palered Magiri,
Girilaya kidul
Artinya :
Sungai Winanga membelok (ke kanan) waktu mendekati kraton (puri), Gunung Gamping terletak di sebelah barat, sedangkan Gunung Merapi letaknya di sebelah timur. Candi Jonggrang dibangun terlalu dekat di pinggir kali (Opak), Plered (ibu negeri Mataram dahulu), Magiri (tempat makam Raja-Raja Mataram) dan Girilaya (Gunung Kidul) terletak di sebelah selatan (kraton).
Kraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahun Jawa 1682, diperingati dengan sebuah condrosengkolo memet di pintu gerbang Kemagangan dan di pintu gerbang Gadung Mlati, berupa dua ekor naga berlilitan satu sama lainnya. Dalam bahasa Jawa : "Dwi naga rasa tunggal", artinya : Dwi = 2, naga = 8, rasa = 6, tunggal = 1. Dibaca dari belakang 1682. Warna naga hijau (simbol dari pengharapan).
Di sebelah luar dari pintu gerbang di atas tebing tembok kanan kiri ada hiasan juga terdiri dari 2 ekor naga bersiap-siap mempertahankan diri. Dalam bahasa Jawa : “Dwi naga rasa wani”. Warna naga merah. Merah ialah symbol keberanian. Di halaman kemangangan ini dahulu diadakan ujian bela diri memakai tombak antar calon prajurit-prajurit kraton.
Luas kraton Yogyakarta adalah 14.000 M2. di dalamnya banyak tedapat bangunan-bangunan, halaman-halaman dan lapangan-lapangan. Kita mulai dari halaman kraton ke utara :
1. Kedaton / Prbayeksa
2. Bangsal Kencana
3. Regol Danaprata ( pintu gerbang )
4. Sri Manganti
5. Regol Srimanganti ( pintu gerbang )
6. Bangsal Ponconiti ( dengan halaman Kemandungan )
7. Regol Brajanala ( pintu gerbang )
8. Siti Inggil
9. Tarub Agung
10. Pagelaran ( tiangnya berjumlah 64 )
11. Alun-alun utara ( Dihias dengan pohon beringin 62 batang )
12. Pasar ( Beringharja )
13. Kepatihan
14. Tugu
Angka 64 itu menggambarkan usia Nabi Muhammad 64 tahun Jawa, atau 62 tahun Masehi.
Kalau kita dari halaman keratin pergi ke selatan maka kta lihat :
15. Regol Kemangangan ( pintu gerbang)
16. Bangsal kemangangan
17. Regol Gadungmlati ( pintu gerbang )
18. Bangsal Kemandungan
19. Regol Kemandungan ( pintu gerbang )
20. Siti Inggil
21. Alun-alun slatan
22. Krapyak
Perhatian :
1. Regol = pintu gerbang
2. Bangsal = bangunan terbuka
3. Gedong = bangunan tertutup ( berdinding )
4. Plengkungan = pintu gerbang benteng
5. Selogilang = lantai tinggi dalan sebuah bangsal semacam podium rendah, tempat duduk Sri Sultan atau tempat singgasana Sri Sultan.
6. Tratag = bangunan, biasanya tempat berteduh, beratap anyaman-anyaman bamboo dengan tiang-tiang tinggi, tanpa dinding. Di pemerintahan Sri Sultan H.B. VIII semua tratag kraton di muliakannya dan diberi atap seng,tetapi arsitekturnya tetap tak berubah.
Ditengah-tengah halaman kemandungan – kidul berdirilah Bangsal Kemandungan. Bangsal ini bekas pasenggrahan Sri Sultan H.B. I di desa pandak Karangnangka waktu perang Giyanti (1746 – 1755).
Krapyak ialah sebuah podiumtinggi dari batu bata untuk Sri Sultan. Kompleks kraton dikelilingi oleh sebuah tembok lebar. Panjengnya 1 Km, berbentuk empat persegi, tingginya 3 ½ m, lebarnya 3 sampai 4 m. lima buah plengkungan atau pintu gerbang dalam benteng menghubungkan kompleks kraton dengan dunia luar. Plengkungan-plengkungan itu ialah :
1. Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan di sebelah timur laut,
2. plengkung Jogo sura atau Plengkung Ngasem di sebelah barat daya,
3. Plengkung Joyoboyo atau Plengkung Taman-Sari di Sebelah barat,
4. Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gading di sebelah selatan.
5. Plengkung Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur.
Di muka tiap-tiap plengkung ada jembatan yangdapat ditarik ke atas, untuk menutup jalan masuk ke keratin ketika ada bahaya.
Plengkung-plengkung itu ditutup pada jam 8 malam dibuka kembali pada jam 5 pagi dengan tanda bunyi gendering dan terompet dari prajurit-prajurit di Kemangangan.
Plengkung tambakboyo ini dahulu tertutup, tetapi pada tahun 1923 di buka kembali oleh Sri Sultan H.B. VIII. Hanya 2 dari 5 plengkung ini masih mempunyai bentuk asli, lainnya sudah berubah sama sekali bentuknya. Kedua plengkung itu ialah Plengkung nirboyo (Gading) dan Plengkung (Wijilan). Pantun mijil di bawah ini menggambarkan keadaan benteng keraton semasa jayanya :
Ing mataram betengira inggil
Ngubengi kedaton
Plengkun lima mung papat mengane
Jagang njero toyaniro wening
Tur pinacak suji
Gayam turut lurung
Artinya :
Mataram mempunyai beteng tinggi, mengelilingi keraton, Plengkungnya lima buah, hanya 4 yang terbuka, Air di parit keliling beteng dalam dan jernih. Lagi pula di beri pagar yang rapi. Sepanjang jalan di Tanami pohon gayam.
1.2 KEADAAN LAHIRIYAH
Jumlah jalan keluar masuk pada Kraton Yogyakarta ada 9 buah, 5 buah jalan bertemu di alun-alun selatan. Di sebelah selatan terdapat Krapyak. Krapyak ialah sebuah tempat tinggi (podium) untuk melihat pemburuan rusa. Juga terdapat jalan besar membujur lurus ke utara, sepanjang jalan ditanami pohon asem dan tanjung. Di pinggir alun-alun selatan terdapat 2 batang pohon Beringin, diberi nama “Wok”. Keliling alun-alun ditanami pohon-pohon pakel dan kuweni.
Kedua beringin ditengah-tengah bernama Supit-Urang. Di sebelah utara alun-alun terdapat sebuah tratag, sebuah tempat berteduh, beratap anyam-anyaman bambu dan di kanan-kirinya ditanami pohon-pohon gayam. Kanan-kiri sitinggil ada 2 buah jalan yang bertemu satu sama lainnya di regol Kemandu, sebelah utara sitinggil. Jalan ini disebut “Pamengkang”. Di Sitinggil ini dahulu terdapat sebuah bangunan berbentuk pendopo, di tengah-tengah ada selogilangnya, tempat duduk Sri Sultan. Halaman sitinggil ditanami pohon “Soka” dan pohon “Palem Cempora:. Bunga dari pohon ini sangat bagus dan warnanya merah dan putih. Di halaman kemandungan di Tanami pohon-pohon Kepel, Cengkir gading dan Palem.
1.3 ARTI SYMBOLIK DARI KRATON.
1. Krapyak adalah sebuah gambaran dari tempat asal roh-roh. Di sebelah utaranya terdapat kampong Mijen, yang berasal dari kata Wiji (benih).
2. Plengkung Gading dan Plengkung Nirbaya. Plengkung ini menggambarkan batas periode sang anak menginjak dari masa kanak-kanak ke masa prae-puber.
3. Di Alun-alun selatan terdapat 2 pohon Beringin, bernama “Wok”. Wok berasal dari kata “Bewok”. Keliling alun-alun ditanami pohon Kweni dan Pakel. Artinya sang anak sudah wani (berani) karena sudah “akil baligh”
4. Di Siti-Hinggil terdapat sebuah tratag atau tempat istirahat beratap anyaman bambu. Di kanan-kiri tratag tumbuh pohon-pohon Gayam. Dengan daun-daunnya yang rindang serta bunga-bunganya yang harum wangi. Menggambarkan rasa Pemuda-Pemudi yang sedang dirindu cinta asmara.
5. Di tengah-tengah sitinggil dahulu terdapat pendopo dan di tengah-tengah lantai ada selo-gilanya, tempat singgasana Sri Sultan. Pohon-pohon yang ditanam di sini ialah pohon mangga Cempora serta Soka. Kedua pohon ini mempunyai bunga yang halus, ada yang merah dan putih. Gambaran dari bercampurnya benih manusia laki dan perempuan.Sitinggil ini dilingkari oleh sebuah jalan yang di beri nama “Pemengkang”. Pemengkang adalah keadaan kaki kita, kalau terletak sedikit jauh satu sama lainnya.
6. Di halaman Kemandungan terdapat pohon Kepel, Pelem (mangga), Cengkir Gading serta Jambu Dersono. Menggambarkan benih dalam kandungan sang Ibu. Pohon Pelem Menggambarkan pada gelem, atas kemauan bersama. Jambu Dersono dari kdersan sih ing sesame. Menggambarkan karena diliputi oleh kasih cinta satu sama lain. Pohon Kepel dari perkataan Kempel atau kempal, menggambarkan bersatunya kemauan, bersatunya benih, bersatunya rasa, bersatunya cita-cita. Cengkir gading adalah sejenis pohon kelapa, ditanam di muka rumah sebagai tanaman hias, warnanya kuning berkilat dan kecil bentiknya. Dipakai pada upacara “mitoni” yaitu memperingati Sang Bayi sudah tujuh bulan di kandungan.
7. Di Kemagangan disini menyempit (dibuat sempit) kemudian melebar dan terang benderang. Menggambarkan Sang Bayi telah lahir dengan selamat menjadi magang (calon) manusia.
1.4 UPACARA GREBEG.
Grebeg ialah upacara keagamaan di kraton, yang diadakan 3 kali setahun, bertepatan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad S.A.W. (Grebeg Maulud), Hari Raya Idul Fitri (Grebeg Sawal) dan Hari Raya Idul Adha (Grebeg Besar).
Pada hari itu Sri Sultan member sedekan berupa gunungan berisikan makanan dan lain-lain kepada rakyat. Upacara ini disertai dengan penembah Tuhan Yang Maha Kuasa oleh Sri Sultan sendiri di Sitihinggol – utara dan kemudian pembacaan do’a oleh Kyai pengulu untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, keagungan agama dan kebahagiaan serta keselamatan kraton, nusa dan bangsa pada umumnya.
Bangsal Ponconiti berasal dari kata “Ponco” berarti lima, symbol dari panca-indriya kita dan “Niti” berarti meneliti, menyelidiki. Tanaman yang terlihat di sebelah utara halaman ini adalah Kepel dan Cengkir Gading.
Kepel atau kempel berarti menjadi padat atau beku. Cengkir Gading berwarna kuning. Warna kuning adalah symbol segala sesuatu yang mengandung makna Ketuhanan. Jadi semuanya mempunyai arti : “Kumpulkan dan padatkanlah tuan punya panca-indriya dan fikiran, sebab tuan akan bersujud di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa”