Pertama, ada pendengki yang berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh orang yang didengkinya, dengan ucapan seperti fitnah dan perbuatan, meskipun dia tidak mengharapkan nikmat tersebut pindah kepada dirinya.
Kedua, ada pendengki yang selain berusaha menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, ia juga berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya. Kedua macam dengki tersebut adalah dengki yang sangat tercela. Dan dosa dengki itulah yang merupakan dosa iblis. Iblis dengki kepada Adam karena Allah memberi keutamaan kepada Adam atas segenap malaikat dengan menyuruh para malaikat sujud (sebagai penghormatan) kepada Adam, mengajarkannya nama segala sesuatu dan menempatkannya di Surga. Demikianlah lalu iblis dengan kedengkiannya berusaha mengeluarkan Adam dari Surga.
Ketiga, ada orang yang bila mendengki orang lain, ia tidak melanjutkan dengki itu dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Dan demikian itulah tabiat yang sekaligus kelemahan manusia; hampir selalu menginginkan memiliki apa yang dimiliki orang lain. Menurut riwayat dari Al-Hasan, selama tidak dibuktikan dengan ucapan dan perbuatan, iri hati jenis ini tidak berdosa. Namun tentu, sebaiknya ia hilangkan perasaan dengki dan iri tersebut dari dalam hatinya, hingga tidak menjadi penyakit.
Dalam beberapa riwayat yang dha’if disebutkan, dengki jenis ketiga ini ada dua macam:
1. Ia tidak sanggup menghilangkan perasaan dengki dan iri itu dari dalam dirinya. Ia kalah dengan dirinya sendiri. Ia berusaha menepis, tapi perasaan dengki dan iri itu masih timbul tenggelam dalam hatinya. Namun ia tidak melanjutkannya dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Iri jenis ini tidak membuatnya berdosa.
1. Ia tidak sanggup menghilangkan perasaan dengki dan iri itu dari dalam dirinya. Ia kalah dengan dirinya sendiri. Ia berusaha menepis, tapi perasaan dengki dan iri itu masih timbul tenggelam dalam hatinya. Namun ia tidak melanjutkannya dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Iri jenis ini tidak membuatnya berdosa.
2. Ia sengaja membisikkan perasaan iri dan dengki itu ke dalam hatinya. Ia mengulang-ulang bisikan itu, dan hatinya menikmati bisikan tersebut, sehingga mengangankan agar nikmat itu hilang dari saudaranya. Tetapi dia tetap tidak melanjutkan dengkinya itu, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Keadaan seperti ini adalah sama dengan orang yang berkeinginan kuat melakukan maksiat. Tentang dosa dengki jenis ini, para ulama berbeda pendapat. Tetapi yang jelas, secara realitas, orang yang mendengki pada tahap ini, sangat sulit bisa selamat dari ucapan-ucapan yang menunjukkan dia memendam kedengkian. Karena itu, ia bisa terjerumus kepada dosa.
Keempat, ada lagi iri hati yang tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tetapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Jika nikmat tersebut bersifat duniawi, maka tidak ada kebaikannya sama sekali. Iri hati seperti inilah yang juga ditunjukkan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, seperti yang dilakukan orang-orang kepada Qarun. Allah berfirman:“(Mereka berkata), ‘Duhai seandainya kami memiliki sebagaimana yang diberikan kepada Qarun.” (Al-Qashash: 79).
Jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi SAW: “Tidak boleh dengki dan iri hati kecuali dalam dua hal; yaitu iri hati terhadap orang yang dikaruniai harta dan dia selalu menginfakkannya pada malam dan siang hari. (juga iri) kepada orang yang diberi kepandaian membaca Al-Qur’an, dan dia membacanya setiap malam dan siang.”(HR. Bukhari dan Muslim). Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan). Disebut dengan hasad/iri (tetapi yang baik) sebagai bentuk peminjaman istilah belaka (isti’arah).