Senin, 07 November 2011

SEBAB2 DENGKI

Pertama, ada pendengki yang berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh orang yang didengkinya, dengan ucapan seperti fitnah dan perbuatan, meskipun dia tidak mengharapkan nikmat tersebut pindah kepada dirinya.
Kedua, ada pendengki yang selain berusaha menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, ia juga berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya. Kedua macam dengki tersebut adalah dengki yang sangat tercela. Dan dosa dengki itulah yang merupakan dosa iblis. Iblis dengki kepada Adam karena Allah memberi keutamaan kepada Adam atas segenap malaikat dengan menyuruh para malaikat sujud (sebagai penghormatan) kepada Adam, mengajarkannya nama segala sesuatu dan menempatkannya di Surga. Demikianlah lalu iblis dengan kedengkiannya berusaha mengeluarkan Adam dari Surga.
Ketiga, ada orang yang bila mendengki orang lain, ia tidak melanjutkan dengki itu dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Dan demikian itulah tabiat yang sekaligus kelemahan manusia; hampir selalu menginginkan memiliki apa yang dimiliki orang lain. Menurut riwayat dari Al-Hasan, selama tidak dibuktikan dengan ucapan dan perbuatan, iri hati jenis ini tidak berdosa. Namun tentu, sebaiknya ia hilangkan perasaan dengki dan iri tersebut dari dalam hatinya, hingga tidak menjadi penyakit.
Dalam beberapa riwayat yang dha’if disebutkan, dengki jenis ketiga ini ada dua macam:
1. Ia tidak sanggup menghilangkan perasaan dengki dan iri itu dari dalam dirinya. Ia kalah dengan dirinya sendiri. Ia berusaha menepis, tapi perasaan dengki dan iri itu masih timbul tenggelam dalam hatinya. Namun ia tidak melanjutkannya dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Iri jenis ini tidak membuatnya berdosa.
2. Ia sengaja membisikkan perasaan iri dan dengki itu ke dalam hatinya. Ia mengulang-ulang bisikan itu, dan hatinya menikmati bisikan tersebut, sehingga mengangankan agar nikmat itu hilang dari saudaranya. Tetapi dia tetap tidak melanjutkan dengkinya itu, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Keadaan seperti ini adalah sama dengan orang yang berkeinginan kuat melakukan maksiat. Tentang dosa dengki jenis ini, para ulama berbeda pendapat. Tetapi yang jelas, secara realitas, orang yang mendengki pada tahap ini, sangat sulit bisa selamat dari ucapan-ucapan yang menunjukkan dia memendam kedengkian. Karena itu, ia bisa terjerumus kepada dosa.
Keempat, ada lagi iri hati yang tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tetapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Jika nikmat tersebut bersifat duniawi, maka tidak ada kebaikannya sama sekali. Iri hati seperti inilah yang juga ditunjukkan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, seperti yang dilakukan orang-orang kepada Qarun. Allah berfirman:“(Mereka berkata), ‘Duhai seandainya kami memiliki sebagaimana yang diberikan kepada Qarun.” (Al-Qashash: 79).
Jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi SAW: “Tidak boleh dengki dan iri hati kecuali dalam dua hal; yaitu iri hati terhadap orang yang dikaruniai harta dan dia selalu menginfakkannya pada malam dan siang hari. (juga iri) kepada orang yang diberi kepandaian membaca Al-Qur’an, dan dia membacanya setiap malam dan siang.”(HR. Bukhari dan Muslim). Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan). Disebut dengan hasad/iri (tetapi yang baik) sebagai bentuk peminjaman istilah belaka (isti’arah).

MACAM2 DENGKI

Pertama, ada pendengki yang berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh orang yang didengkinya, dengan ucapan seperti fitnah dan perbuatan, meskipun dia tidak mengharapkan nikmat tersebut pindah kepada dirinya.
Kedua, ada pendengki yang selain berusaha menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, ia juga berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya. Kedua macam dengki tersebut adalah dengki yang sangat tercela. Dan dosa dengki itulah yang merupakan dosa iblis. Iblis dengki kepada Adam karena Allah memberi keutamaan kepada Adam atas segenap malaikat dengan menyuruh para malaikat sujud (sebagai penghormatan) kepada Adam, mengajarkannya nama segala sesuatu dan menempatkannya di Surga. Demikianlah lalu iblis dengan kedengkiannya berusaha mengeluarkan Adam dari Surga.
Ketiga, ada orang yang bila mendengki orang lain, ia tidak melanjutkan dengki itu dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Dan demikian itulah tabiat yang sekaligus kelemahan manusia; hampir selalu menginginkan memiliki apa yang dimiliki orang lain. Menurut riwayat dari Al-Hasan, selama tidak dibuktikan dengan ucapan dan perbuatan, iri hati jenis ini tidak berdosa. Namun tentu, sebaiknya ia hilangkan perasaan dengki dan iri tersebut dari dalam hatinya, hingga tidak menjadi penyakit.
Dalam beberapa riwayat yang dha’if disebutkan, dengki jenis ketiga ini ada dua macam:
1. Ia tidak sanggup menghilangkan perasaan dengki dan iri itu dari dalam dirinya. Ia kalah dengan dirinya sendiri. Ia berusaha menepis, tapi perasaan dengki dan iri itu masih timbul tenggelam dalam hatinya. Namun ia tidak melanjutkannya dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Iri jenis ini tidak membuatnya berdosa.
2. Ia sengaja membisikkan perasaan iri dan dengki itu ke dalam hatinya. Ia mengulang-ulang bisikan itu, dan hatinya menikmati bisikan tersebut, sehingga mengangankan agar nikmat itu hilang dari saudaranya. Tetapi dia tetap tidak melanjutkan dengkinya itu, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Keadaan seperti ini adalah sama dengan orang yang berkeinginan kuat melakukan maksiat. Tentang dosa dengki jenis ini, para ulama berbeda pendapat. Tetapi yang jelas, secara realitas, orang yang mendengki pada tahap ini, sangat sulit bisa selamat dari ucapan-ucapan yang menunjukkan dia memendam kedengkian. Karena itu, ia bisa terjerumus kepada dosa.
Keempat, ada lagi iri hati yang tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tetapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Jika nikmat tersebut bersifat duniawi, maka tidak ada kebaikannya sama sekali. Iri hati seperti inilah yang juga ditunjukkan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, seperti yang dilakukan orang-orang kepada Qarun. Allah berfirman:“(Mereka berkata), ‘Duhai seandainya kami memiliki sebagaimana yang diberikan kepada Qarun.” (Al-Qashash: 79).
Jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi SAW: “Tidak boleh dengki dan iri hati kecuali dalam dua hal; yaitu iri hati terhadap orang yang dikaruniai harta dan dia selalu menginfakkannya pada malam dan siang hari. (juga iri) kepada orang yang diberi kepandaian membaca Al-Qur’an, dan dia membacanya setiap malam dan siang.”(HR. Bukhari dan Muslim). Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan). Disebut dengan hasad/iri (tetapi yang baik) sebagai bentuk peminjaman istilah belaka (isti’arah).

DEFINISI DENGKI

Dengki merupakan salah satu penyakit hati yang mesti dihindari. Dari banyak referensi, dituliskan bahwa dengki merujuk kepada kebencian dan kemarahan yang timbul akibat perasaan cemburu atau iri hati yang amat sangat. Ia amat dekat (berhubungan) dengan unsur jahat, tidak berkenan, benci dan perasaan dendam yang terpendam.
Ada juga yang mendefinisikan dengki sebagai suatu perbuatan atau tindakan hati yang tidak senang melihat kesenangan (nikmat) orang lain serta berharap agar kesenangan (nikmat) orang lain akan hilang atau lenyap atau pun berpindah kepadanya.
Rasululloh SAW bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sehat), saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menelikung transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak menzhaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakannya dan tidak pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini -seraya Nabi SAW menunjuk ke dadanya tiga kali. Telah pantas seseorang disebut melakukan kejahatan, karena ia melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas sesama muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya. ” (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)
ALLOH SWT berfirman:
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai sebuah dari kejahatan makhluk Nya,” kemudian Dia berfirman, “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (AI Falaq(113): 1, 2 dan 5).
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasululloh SAW bersabda:
“Ada tiga hal yang menjadi akar semua dosa. Jagalah dirimu dan waspadalah terhadap ketiganya. Waspadalah terhadap kesombongan, sebab kesombongan telah menjadikan iblis Inenolak bersujud kepada Adam. Waspadalah terhadap kerakusan, sebab kerakusan telah menyebabkan Adam memakan buah dari pohon terlarang. Dan jagalah dirimu dari dengki, sebab dengki telah menyebabkan salah seorang anak Adam membunuh saudaranya.” (HR Ibnu Asakir).
So, saudara-saudaraku (yang seiman, maksudnya), marilah kita jauhi penyakit hati dengki ini.

LARANGAN SUAMI

Artikel ini aku buat sehubungan dengan salah satu pencarian ke artikel oral dan sex dalam Islam. Si pencari menggunakan kata kunci “berhubungan badan dengan perempuan haid”, yg ternyata mengarah ke artikel tersebut. Ketika aku lihat lebih detail, ternyata artikel tentang sex dan haid belum ada, sehingga aku putuskan untuk menulis dan memuat artikel ini.
Al Qur’an, secara implisit, telah menyatakan bahwa HAID ADALAH KOTORAN dan MELARANG SEORANG SUAMI UNTUK BERGAUL (BERHUBUNGAN BADAN) DENGAN ISTRINYA KETIKA ISTRINYA SEDANG HAID. “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran“. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al Baqarah(2):222)
Dari ayat di atas, yg dimaksud dengan dilarang berhubungan badan adalah dalam konteks suami memasukkan (maaf) alat kelaminnya ke dalam (maaf) alat kelamin istrinya. Sementara untuk hubungan sex yg TIDAK MELIBATKAN ALAT KELAMIN PEREMPUAN, Rasululloh SAW MENGIJINKANNYA.
Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Lakukanlah segala-galanya kecuali jima”
Seorang penanya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apa yang halal bagiku dari istriku ketika dia sedang haid?” Rasulullah menjawab, “Ikatkan kencang-kencang ikat pinggangnya, kemudian terserah kepadamulah yang bagian atasnya.”
Dari Masruq, dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah, “Apa yang halal bagiku dari istriku ketika sedang haid?” Aisyah menjawab, “Semuanya halal kecuali kemaluan.”
Jika merujuk dari ulama2 4 mazhab, maka Imam Syafi’i dan Imam Hanafi berpendapat, bahwa haram hukumnya untuk istimta’ (bersenang-senang, dalam konteks ini adalah berhubungan badan) dengan istri ketika dia sedang haid, pada bagian tubuh antara pusat dan lutut tanpa ada sesuatu yang menghalanginya, dan dibolehkan jika ada penghalang, seperti pakaian dan sebagainya. Tetapi jima’ tidak dibolehkan sama sekali sekalipun memakai penghalang.
Dengan kata lain, kedua Imam di atas membolehkan si suami-istri untuk berhubungan sex dan mencapai kepuasan TANPA MELAKUKAN PENETRASI. Penghalang digunakan untuk mencegah/menghindari si suami ‘kebablasan’.
Sedangkan Imam Maliki berpendapat, tidak boleh melakukan jima’ dengan istri ketika sedang haid, tetapi sekedar istimta’ pada bagian tubuh yang ada antara pusat dan lutut, ada dua pendapat: Pertama dilarang sekalipun ada sesuatu penghalang. Itulah pendapat yang masyhur. Kedua, boleh sekalipun tidak ada penghalang.
Pendapat Imam Maliki nyaris serupa dengan dengan kedua Imam sebelumnya.
Terakhir, Imam Hambali mempunyai pendapat bahwa boleh hukumnya untuk istimta’ dengan istri ketika dia sedang haid dan nifas pada bagian tubuh yang ada antara pusat dan lutut tanpa sesuatu penghalang. Yang diharamkan hanyalah jima’.
Di beberapa referensi kedokteran yg aku dapatkan, ternyata saat mens (haid), saluran antara vagina dan rahim (mulut rahim ) sedang terbuka sehingga akan mudah masuknya penyakit ke dalam rahim di samping itu juga ada resiko yang cukup fatal di mana kalau sampai ada udara yang masuk kedalam rahim saat melakukan hubungan badan. Kalau misalnya ada udara terdorong masuk ke dalam mulut rahim lalu masuk ke dalam pembuluh darah, ini akan membawa kuman ke jantung sehingga menimbulkan gangguan jantung. Kalau terbawa ke otak, dengan cepat akan terjadi suatu reaksi alergi atau akan menyebabkan gangguan otak (akan mengalami kejang-kejang dan diikuti dengan kematian mendadak).
Belakangan kalangan kedokteran berhasil menemukan fakta bahwa saat tidak suci kondisi kelamin wanita sangat rentan jika terjadi gesekan atau kemasukan benda asing. Saat itu sel-sel di dalam kelamin wanita keadaannya tidak sama dengan saat suci.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa wanita yang biasa tetap melakukan hubungan sex saat haid atau nifas mempunyai resiko kanker yang lebih tinggi dari yang tidak.
Dengan demikian, ternyata terbukti lagi bahwa Al Qur’an merupakan wahyu dari ALLOH SWT, BUKAN KARANGAN MUHAMMAD SAW. Mengapa? Karena di jaman Rasululloh SAW dulu tidak ada penjelasan medis (secara akal), namun Al Qur’an sudah jauh mendahului menetapkan larangan ini (berhubungan badan dg istri yg sedang haid).
Mudah2an artikel ini berguna dan menambah keyakinan kita.